Sukses

Jadi Tersangka Korupsi di Kementan, Syahrul Yasin Limpo Siap Kooperatif

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi mengumumkan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) sebagai tersangka kasus korupsi.

Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi mengumumkan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) sebagai tersangka kasus korupsi.

Politikus Partai Nasdem itu terjerat kasus penyalahgunaan kekuasaan dengan memaksa memberikan sesuatu untuk proses lelang jabatan, termasuk ikut serta pengadaan barang dan jasa, disertai penerimaan gratifikasi di lingkungan Kementan.

Terkait itu, pengacara dari Syahrul Yasin Limpo, Febri Diansyah, menegaskan kliennya akan kooperatif. "Kami pastikan Pak Syahrul akan kooperatif," kata Febri melalui pesan singkat diterima wartawan, Kamis (12/10/2023).

Sebagai pengacara dari SYL, Febri masih terus berkoordinasi dengan pihak penyidik KPK. Sebab diketahui, pada pemanggilan kemarin, SYL sempat berhalangan karena tengah pulang kampung ke Makasssar atas keperluan pribadi.

"Kami masih koordinasi dulu dengan penyidik untuk waktu penjadwalan ulang," jelas Febri.

Usai mendengar kabar penetapan tersangka korupsi terhadap dirinya, mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo memastikan akan menjalani proses hukum. Dia pun mengaku akan bertolak ke Jakarta.

"Saya segera kembali ke Jakarta dan akan menjalani kewajiban hukum datang ke KPK," ujar Syahrul Yasin Limpo melalui keterangan tertulis yang disampaikan pengacaranya, Febri Diansyah, Rabu (11/10/2023).

KPK resmi mengumumkan status mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) sebagai tersangka korupsi berupa pemerasan dalam jabatan dan penerimaan gratifikasi di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan) RI.

Selain Syahrul Yasin Limpo, KPK juga menjerat dua anak buah Syahrul Yasin Limpo, yakni Sekjen Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta.

2 dari 2 halaman

Syahrul Yasin Limpo Diduga Memeras Anak Buah untuk Kepentingan Pribadi dan Keluarga

Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menjelaskan, awal mula kasus ini saat SYL menduduki jabatan Menteri Pertanian. Ketika itu Syahrul Yasin Limpo mengangkat kedua anak buahnya tersebut menjadi bawahannya di Kementan. Kemudian Syahrul Yasin Limpo membuat kebijakan yang berujung pemerasan dalam jabatan.

"SYL kemudian membuat kebijakan personal kaitan adanya pungutan maupun setoran di antaranya dari ASN internal Kementan untuk memenuhi kebutuhan pribadi, termasuk keluarga intinya," ujar Johanis dalam jumpa pers di gedung KPK, Rabu (11/10/2023).

Johanis menyebut, Syahrul Yasin Limpo menugaskan Kasdi dan Hatta melakukan penarikan sejumlah uang dari unit eselon I dan eselon II dalam bentuk penyerahan tunai, transfer rekening bank hingga pemberian dalam bentuk barang maupun jasa.

Sumber uang yang digunakan di antaranya berasal dari realisasi anggaran Kementerian Pertanian yang sudah di-mark up, termasuk permintaan uang pada para vendor yang mendapatkan proyek di Kementerian Pertanian.

"Atas arahan SYL, KS dan MH memerintahkan bawahannya mengumpulkan sejumlah uang di lingkup eselon I, para Direktur Jenderal, Kepala Badan hingga Sekretaris di masing-masing eselon I dengan besaran nilai yang telah ditentukan SYL dengan kisaran besaran mulai USD4 ribu hingga USD10 ribu," kata Johanis.